Jika berbicara tentang wong jowo, lidah akan selalu dimanjakan dengan rasa manis makananya. Namun lain jawa lain pula sumatera, cabai adalah mumbu utama masakanya. Tapi siapa sangka, saya yang dilahirkan di tanah andalas ini, di sebuah negeri nan elok dengan julukan sekepal tanah surga yang terlempar ke bumi harus mengaku dengan suara lantang di sekeliling bukit-bukit yang melintang bahwa saya tak suka cabai sama sekali.
Yap itu lah saya.. dari kecil saya tidak suka masakan pedas sama sekali, ah tidak tidak,, bukan tidak suka, tapi tidak bisa ! saya harus mengakui bahwa saya tidak bisa makan cabai sama sekali. Mungkin faktor kebiasaan, atau mungkin karna memang pada dasarnya keluarga saya tidak suka makanan yang pedas-pedas. Saya merasa keluarga kami lah orang sumatra satu-satunya yang memasukan gula ke makanannya. Hihi
Sesuai moto hidup saya “you can’t if you think you can’t” saya berusaha agar bisa makan cabai, dan saya mendapatkannya setelah saya masuk ke SMP. Ternyata tidak begitu buruk, bumbu pelengkap ini ternyata lebih enak dari gula, kalau soal rasa lidah memang tidak bisa menipu.
Beralih dari topik tadi, saya merasa takdir begitu indah, di lahirkan dari rahim seorang wanita luar biasa yang sangat mencintai kedua buah hatinya yang membuat saya juga merasa menjadi luar biasa. Meskipun saya tak pernah mengatakan pada nya saya mencintainya but Actually i love her verry much !!
Saya dan kakak saya memang tidak mendapatkan pendidikan anak usia dini, tapi ibu saya mampu membuktikan bahwa tanpa masuk TK anaknya mampu berprestasi. Kakak saya selalu menjadi juara umum di sekolahnya, dan sekarang kuliah di universitas di provinsi jambi.
Disisi lain ibu tidak pernah henti-hentinya mengingatkan kami untuk sholat lima waktu. Menanamkan pada kami untuk selalu bekerja keras untuk memperoleh sesuatu. Tapi sekarang saya sadar bahwa bekerja keras tidak lah cukup. Perlu ada motivasi dari luar agar kita mampu meraih semua mimpi-mimpi kita. Seperti seorang anak kecil yang baru belajar melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya di dorong untuk belajar berjalan, tapi ia hanya akan berjalan jika kita menaro sesuatu di depanya. Karna dimasa perkembanganya iya serba ingin tahu akan sesuatu.
Saat saya masih kecil saya juga begitu, saya dijanjikan sepeda jika saya dapat memperoleh peringkat pertama dan itu dapat menambah semangat saya untuk memperoleh sepeda itu, dan akhirnya memang saya mendaptkanya. Namun seiring berjalanya waktu, saya terus tumbuh,bertambah dewasa hingga semua ini menyadarkan saya bahwa sebuah prestasi tidak bisa di ukur dengan apa yang akan kita dapat. Tapi sebuah prestasi akan menjadi prestasi yang sangat berharga saat senyum kedua orang tua saya merekah di kedua bibir mereka, berdiri di hadapan orang bayak, dan bangga atas apa yang telah saya saya peroleh.
0 komentar:
Posting Komentar